Sejak launching di Bulan April 2021 lalu, Program atau kegiatan sosial ini terus digulirkan tanpa ada kendala.
Namun belakangan ditemukan beberapa permasalahan serta keluhan dari keluarga ahli musibah terkait persyaratan permohonan.
Disaat suasana duka yang masih dirasakan ahli musibah. Mereka harus dihadapkan dengan permasalahan birokrasi yang ruwet dan berbelit bahkan melelahkan. Miris serta membingungkan. Itulah yang dialami oleh orang tua almarhum di RT 03 Kelurahan Terawas Kecamatan STL, Ulu Kabupaten Musirawas ketika mengurus berkas persyaratan santunan kematian.
Berikut kronologinya. Dipertengahan Bulan Ramadhan, Maret 2024, tepatnya di RT 03 Kelurahan Terawas, seorang anak berusia 1,4 bulan meninggal dunia. Lalu kemudian diawal bulan April 2024, orang tua korban didampingi staf Pemerintah Kecamatan, mengusulkan surat permohonan santunan kematian ke Dinas Sosial Kabupaten Musirawas.
Ditengah proses pengajuan permohonan, orang tua almarhum yang saat itu didampingi seorang staf Kecamatan, memberitahukan bahwa berkas permohonan santunan ditolak oleh pihak dinas sosial. Penolakan berkas permohonan dilakukan sebab terkendala kurangnya persyaratan dimana almarhum belum terdaftar di Kartu Keluarga (KK) dan belum memiliki akta kelahiran.
Hal itu kemudian dibenarkan oleh pihak dinas sosial (dinsos) yang menerangkan bahwa bagi korban yang tidak terdaftar di KK dan tidak memiliki akta kelahiran, berkas permohonan tidak bisa diproses. Karenanya Dinsos menyarankan persyaratan tersebut harus dipenuhi, jika tidak dipenuhi, harapan menerima santunan akan sulit diwujudkan.
Demi sebuah harapan, saran itupun kemudian dituruti. Saat itu, kendati dalam situasi berduka orang tua almarhum mendatangi kantor dinas catatan sipil guna melengkapi berkas yang kurang yaitu permintaan diterbitkan akta kelahiran. Karena almarhum tidak terdaftar di KK, proses penerbitan akta tak bisa dilakukan. Tak mau pusing iapun pulang. Akhirnya sejak saat itu orang tua almarhum tak lagi mengurus atau mengajukan usulan santunan tersebut.
Dari peristiwa ini telah menimbulkan rasa keperihatinan bagi penulis yang sudah barang tentu mengundang pertanyaan dibenak kita. "Serumit itukah birokrasi yang harus ditempuh pihak keluarga musibah saat mengajukan permohonan berkas santunan kematian? Jika kebijakan ini yang diterapkan, maka kedepan hal ini akan menjadi dilema yang akan menyulitkan warga atau ahli musibah dalam memenuhi persyaratan permohonan. Lalu buat apa diadakan program santunan sementara untuk mengurus persyaratan administrasinya saja sebegitu sulitnya. Apa tidak sebaiknya dihentikan saja program ini dari pada menimbulkan permasalahan.
Penulis tidak pada posisi menyerang, tetapi setidaknya bisa merasakan betapa menderitanya mereka yang tertimpah musibah. Disaat suasana berduka harus dihadapkan dengan rentang birokrasi yang ruwet dan berbelit. Namun tentu saja, kendati dirasa memberatkan upaya mendaptkan santunan tetap dilakukan, selain dapat meringankan beban disaat duka, uang santunan itu merupakan program dari Pemerintah Kabupaten, sayang bila tidak diusulkan.
Bagi penulis perkara santunan kematian adalah perkara kemanusiaan yang tak seharusnya dibuat ruwet. Bahkan persyaratan atau administrasi apapun itu bisa disederhanakan. Ada banyak sisi yang mesti dijadikan pertimbangan. "Masa' orang sudah meninggal harus dibuat akta kelahiran atau didaftar di Kartu Keluarga. Dimana akal waras kita? Apakah tidak cukup dengan surat keterangan atau akta kematian atau surat Keterangan domisili dari Pemerintah setempat, sebagaimana telah diberlakukan di Peraturan Bupati sebelumnya, yang belakangan dicabut."
Karena itu kebijakan ini patut dipertanyakan. Pemerintah Kabupaten dalam hal ini dinas sosial atau terkait, harus mengkaji ulang tentang prosedur tentang persyaratan penerima uang santunan ini. Ada banyak cara yang bisa dilakukan.
Tetapi memang, ketika melihat kondisi dan fakta lapangan, apa tidak sebaiknya anggaran Santunan Kematian dianggarkan melalui Kecamatan. Tujuannya memperpendek jarak transportasi dan rentang birokrasi. Cara ini lebih mempermudah proses permohonan hingga realisasinya, termasuk pengurusan Akta Kelahiran yang seharusnya bisa dipermudah.
Cara lain yang memudahkan dan tak memberatkan, Pemkab dalam hal ini Dinsos bisa membentuk tim khusus yang menangani persoalan ini dan bisa turun ke lapangan atau ke rumah duka guna memastikan kebenaran data korban dan langsung memperifikasi berkas persyaratan yang akan diajukan.
Sekedar mengingatkan, bahwa semua program Pemerintah, apapun namanya akan terkait langsung dengan anggaran atau kemampuan Keuangan Daerah setempat, jangan sampai menimbulkan persoalan dikemudian, ketika Pemerintah Daerah dihadapkan kesulitan terkait permasalahan keuangan. Karena itu diperlukan kajian secara mendalam (komprehensif) sebelum menentukan kebijakan, jangan hanya omon-omon, meminjam istilah Calon Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Dari uraian diatas, patut diduga, bahwa penyebab dari keruwetan atau terjadinya polemik ini tak lain karena dicabutnya Peraturan Bupati lama, yang kemudian digantikan Peraturan Bupati yang baru. Contoh, salah satu bunyi pasal 3 didalam Peraturan Bupati Musirawas nomor 5 tahun 2023, tentang kriteria Penerima Santunan Kematian yang belum lama diterbitkan, Pada Bab III ayat (1), huruf c, menyebutkan bahwa masyarakat yang mendapatkan santunan kematian salah satu kriterianya adalah
masyarakat yang orang tua /walinya mempunyai KK dan yang bersangkutan terdaftar dalam KK dan/atau Akta Kelahiran/surat kelahiran.
Berbeda dari Peraturan Bupati sebelumnya yaitu Peraturan Bupati nomor 8 tahun 2021 tentang Pedoman Pemberian santunan Kematian. Pada Bab V pasal 6 ayat (1 ) huruf e, yang menyebutkan syarat penerima santunan kematian cukup dengan surat keterangan Domisili bagi yang tidak memiliki KTP atau KK. Demikian juga tentang akta kelahiran yang sebenarnya tak perlu dipersoalkan. Telah dijelaskan pada Bab III pasal 4 ayat (1 ) huruf d, bahwa bagi korban tidak memiliki akta kelahiran dimungkinkan bisa digantikan dengan surat keterangan kelahiran.
Jadi, dari penjelasan bunyi pasal yang tertuang di Perbup yang belum lama dikeluarkan itu, telah terjadi pengetatan atau penyempitan tentang petunjuk atau pedoman pemberian penerima santunan kematian. Sementara pasal-pasal di Perbup lama yang mengatur tentang persyaratan yang memudahkan, tidak dimasukan di Perbup baru, lalu kemudian diganti dengan pasal-pasal yang justru mempersempit ruang bagi kriteria atau persyaratan penerima santunan, dari sinilah timbul pokok permasalahannya.
Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Musirawas dalam hal ini Bupati Musirawas, Ratna Mahmud dan jajarannya, DPRD, dan terkait lain, segera melakukan kajian ulang terkait penerbitan Peraturan Bupati nomor 5, tahun 2023. Menjelaskan ke publik tentang alasan yang mendasari terjadinya pergantian Perbup tersebut, terutama yang berkenaan dengan prosedur persyaratan atau pedoman penerima santunan. Jangan sampai terjebak pada regulasi yang terkadang syarat kepentingan demi melanggengkan kekuasaan.
Satu hal yang harus dipahami bahwa segala bentuk peraturan perundang undangan dibuat dalam rangka memenuhi rasa keadilan masyarakat, bukan sebaliknya, yang justru malah merugikan sehingga menyebabkan ketimpangan (disparitas). Dan harus pula diingat bahwa pertimbangan sisi kemanusiaan jauh lebih penting ketimbang kepentingan politik sesaat ketika menentukan kebijakan ataupun ketika membuat Peraturan Perundang-undangan.
Jangan hanya karena alasan memenuhi janji-janji politik, lalu melaksanakan program tanpa melakukan kalkulasi dan pertimbangan yang matang. Oleh karena itu penulis menyarankan dan berharap kepada para pemangku kebijakan dan calon pemimpin mendatang untuk lebih berhati-hati saat menentukan kebijakan ataupun disaat mengucapkan janji-janji politiknya.( Tim)
Penulis adalah Lulusan 1999 UIN Raden Fatah Palembang
Posting Komentar